Rabu, 26 Agustus 2009

Rock Climbing

Rock Climbing

Latar Belakang
Mendengar kata Rock Climbing (panjat tebing), kita seperti dikenalkan pada suatu jenis olahraga baru. Benarkah kita belum mengenalnya? Barangkali kita masih ingat masa kecil dulu, alangkah gembiranya kita bermain, memanjat tembok, pohon-pohon, atau batu-batu besar, di mana kita tidak memikirkan resiko jatuh dan terluka, yang ada adalah rasa gembira. Sebenarnya kegiatan Rock Climbing tidak jauh dari itu, cuma kali ini kita sudah memilih medan tertentu dengan memikirkan resikonya.


Pada dasarnya Rock Climbing adalah bagian dari Mountaineering (kegiatan mendaki gunung, suatu perjalanan petualangan ke tempat-tempat yang tinggi), hanya di sini kita menghadapi medan yang khusus. Dengan membedakan daerah atau medan yang dilalui, Mountaineering dapat dibagi menjadi : Hill Walking, Rock Climbing dan Ice/Snow Climbing. Hill Walking merupakan perjalanan biasa melewati serangkaian hutan dan perbukitan dengan berbekal pengetahuan peta/kompas dan survival. Kekuatan kaki menjadi faktor utama suksesnya suatu perjalanan. Untuk Rock Climbing, medan yang dihadapi berupa perbukitan atau tebing di mana sudah diperlukan bantuan tangan untuk menjaga keseimbangan tubuh atau untuk menambah ketinggian. Ice/Snow Climbing hampir sama seperti halnya dengan Rock Climbing, namun medan yang dihadapi adalah perbukitan atau tebing es/salju .


Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan eksplorasi alam para pendaki gunung dimana ketika akhirnya menghadapi medan yang tidak lazim dan memiliki tingkat kesulitan tinggi,yang tidak mungkin lagi didaki secara biasa (medan vertical dan tebing terjal).Maka dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati medan yang tidak lazim tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).Seiring dengan perkembangan zaman rock climbing menjadi salah satu kegiatan petualangan dan olah raga tersendiri.

Terdapat informasi tentang sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville yang mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 mdpl) di kawasan Vercors Massif pada tahun 1492. Tidak jelas benar tujuan mereka, tetapi yang jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebing-tebing batu di pegunungan Alpen diketahui adalah para pemburu Chamois (sejenis kambing gunung). Jadi pemanjatan mereka kurang lebih dikarenakan oleh faktor mata pencaharian.

Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia pendakian di Alpen diletakan oleh Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn (3708 mdpl). Inilah cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya barulah terdengar manusia-manusia yang melakukan pemanjatan tebing-tebing di seluruh belahan bumi.

Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalinya panjat dinding masuk dalam jadwal olimpiade, yaitu didemonstrasikan dalam olimpiade Munich.

Baru pada tahun 1979 olah raga panjat tebing mulai merambah di Indonesia. Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing Citatah, Padalarang. Inilah patok pertama panjat tebing modern di Indonesia.


Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat pada tahun-tahun terakhir ini di Indonesia. Kegiatan ini tidak dapat dipungkiri lagi sudah sudah merupakan kegiatan yang begitu diminati oleh kaula muda maupun yang merasa muda ataupun juga yang selalu muda.Pada dasarnya, rock climbing adalah teknik pemanjatan tebing batu yang memanfaatkan cacat batu tebing (celah atau benjolan) yang dapat dijadikan pijakan atau pegangan untuk menambah ketinggian dan merupakan salah satu cara untuk mencapai puncak. Ciri khas rock climbing adalah prosedur dan perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan, juga prinsip dan etika pemanjatan.

Rock Cilmbing bukan hanya menjadi komoditi industri olah raga dan petualngan saja. Tetapi aplikasinya juga telah menjadi komoditas industri-industrilainnya seperti wisata petualangan,outbound training,entertaiment,iklan dan film,serta industri-industri lainnya yang membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu perlu ilmu rock climbing yang sangat mendasar sebagai acuan yang kuat diri dan dunia rock climbing itu sendiri.

Teknik Rock Climbing

Dikenal dua jenis teknik pemanjatan rock climbing, yaitu artificial climbing dan free climbing.

a. Artificial Climbing

Artificial climbing adalah teknik peanjatan yang menggunakan peralatan (pengaman) digunakan selain untuk mengamankan pemanjat (menahan pada saat jatuh), juga di gunakan untuk menambah ketinggian. Biasanya teknik ini lebih mengutamakan sisi petualangan yang pemanjatannya menggunakan jalur yang panjang dan proses pemanjatannya memakan waktu yang lama (berhari-hari).

b.Free Climbing

Free climbing adalah teknik pemanjatan yang menggunakan peralatan (pengaman) digunakan hanya untuk mengamankan pemanjat (menahan pada saat jatuh) tidak digunakan untuk menambah ketinggian. Biasanya teknik ini lebih mengutamakan sisi prestasi dan olah raga. Free climbing umumnya menggunakan jalur-jalur yang pendek dan singkat.

Telusur Goa

TELUSUR GOA


SINGLE ROPE TECHNIQUE

Single Rope Technique (SRT) adalah teknik yang dipergunakan untuk untuk menelusuri gua-gua vertikal dengan menggunakan satu tali sebagai lintasan untuk naik dan turun medan-edan vertikal. Berbagai sistem telah berkembang sesuai dengan kondisi medan di tempat lahirnya masing-masing metode. Namun yang paling banyak dipergunakan adalah Frog Rig System.

Teknik yang lain adalah: Rope walker, Texas Rig, Jumaring, Mitchele System, Floating cam system.

Sistem Frog Rig menggunakan alat:

1. Seat harness, dipergunakan untuk mengikat tubuh dan alat-alat lain. Dipasang di pinggang dan pangkal paha. Jenis-jenisnya adalah: Bucklet, Avantee, Croll, Rapid, dan Fractio.

1. Seberapa ketat pemakaian seat harness ini tergantung pada kebiasaan

2. 2.Chest Ascender, dipergunakan untuk memanjat (menaiki) lintasan atau tali dipasang di dada. Dihubungkan ke Delta MR oleh Oval MR

3. Hand Ascender, dipergunakan untuk memanjat (menaiki) lintasan atau tali di tangan. Di bagian bawah dipasang descender, tempat digantungkannya foot loop dan cows tail.

4. Descender, dipergunakan untuk menuruni tali. Ada beberapa jenis descender: Capstand (ada dua macam: Simple Stop dan Auto Stop), Whaletale, Raple Rack (ada dua macam: Close Rack dan Open Rack), Figure of Eight, dan beberapa jenis lagi yang prinsip kerjanya sama dengan figure of eight.

5. Mailon Rapid,ada dua macam Mailon Rapid (MR), yaitu: Oval MR untuk mengaitkan Chest Ascender kepada Delta MR. Delta MR sendiri adalah untuk mengkaitkan dua loop Seat Harness dan tempat mengkaitkan alat lain seperti Descender berikut Carabiner sebagai friksinya dan Cowstail.

6. Foot loop , dicantolkan ke karabiner yang terhubung ke hand ascender. Berfungsi sebagai pijakan kaki. Ukuran dari foot loop harus tepat seperti gambar diatas. Hal ini sangat mengurangi kelelahan pada waktu ascending di pitc-pith yang panjang

7. Cows tail, memiliki dua buah ekor. Satu terkait di Hand Ascender, dan satu lagi bebas, dipergunakan untuk pengaman saat melewati lintasan-lintasan intermediate, deviasi, melewati sambungan, tyrolean, dan traverse.

8. Chest harness, untuk melekatkan Chest Ascender agar lebih merapat ke dada. Sehingga memudahkan gerakan sewaktu ascending normal, atau pada saat melewati sambungan tali. Chest harness lebih baik jika dapat diatur panjang pendeknya (adjustable), sehingga memudahkan pengoperasian, terutama apabila terjadi kasus dimana Chest Ascender terkunci di sambungan atau simpul, atau pada saat rescue.

Teknik-teknik yang harus dipelajari untuk SRT adalah ascending dan descending dengan penguasaan melewati jenis-jenis lintasan dan medan.

1. Melewati intermediate anchor

2. Melewati deviation anchor

3. Melewati sambungan tali

4. Melewati lintasan tyrolean, menggunakan satu tali dan dua tali.

5. Meniti tali dengan medan slope (miring).

Geologi Gua

Batuan sedimen batugamping disusun dari sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang menghasilkan kalsium karbonat sebagai bagian dari metabolismenya membentuk bagian utama dari batugamping. Komponen lainnya adalah dari pengendapan secara kimiawi atau oleh proses biokimia. Secara bersama-sama tersedimentasi pada dasar laut; dan hal ini tidak memilki karakter yang seragam diseluruh bagiannya, jadi batugamping bukan merupakan komposisi yang seragam. Jenis dari batugamping ini sangat tidak terbatas. Sederetan sejarah dari jenis sedimentasi adalah litifikasi, formasi batuan dari bentuk yang khusus. Hal ini melibatkan perubahan kimia yang komplek seperti halnya adalah sementasi dan rekristalisasi, silikafikasi dan dolomitasi: secara bersama-sama biasa disebut dengan istilah diagenesis. Gua-gua hanya dapat dibentuk dari batuan yang ter-litifikasi, dan jelas bahwa karakter sedimen semula dan sejarah diagenetik adalah faktor-faktor yang mengontrol lokasi sebuah gua.

Proses kelahiran sebuah gua biasa disebut dengan speleogenesis, dan fitur dari geologi sangat besar pengaruhnya disini.
Ada beberapa sistem pengklasifikasian batugamping (limestone). Sebagian tergantung kepada komponen perbedaan lingkungan formasi, perbedaan material komponen, perbedaan ukuran butir, perbedaan matrix, dan perbedaan perubahan diagenesisnya. Berbagai sistem klasifikasi tersebut memungkinkan untuk adanya derajat gradasi antar klasifikasi dan ada beberapa kelengkapan tambahan.

LITIFIKASI

Proses litifikasi adalah perubahan dari sedimen yang lentur menjadi batuan, pada kasus ini adalah batu gamping yang normalnya dari kalsium karbonat terendapkan dalam ruang pori. Dan terbawa ke tempat terjadinya sementasi oleh pelarutan baik oleh air connate, yaitu air laut yang terjebak di sedimen awal, dan air tanah yang ada diwaktu belakangan.
Sementasi kalsium karbonat dapat diendapkan oleh salah satu dari tiga bentuk ini : coarsely crystalline spar, elongate fibres, atau sebagai micrite yang terbutirkan yang baik.

DIAGENESIS

Diagenesis memiliki arti yang lebih luas daripada litifikasi, juga termasuk perubahannya yang mengambil tempat dalam batuan yang menerima perpindahan magnesium dan silika, dll.

POROSITAS DAN PERMEABILITAS

Porositas didefinisikan sebagai total volume dari ruang udara antar partikel dalam massa; biasanya dinyatakan dalam prosen. Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meluluskan air melalui batuan tersebut, biasanya dinyatakan dalam darcy (1 darcy adalah 1 cc cairan dengan kecepatan 1 centipoise melalui 1 cm2 luas bidang, sejauh 1 cm dalam 1 detik dengan perbedaan tekanan 1 atm antar unjungnya).

Permeabilitas primer adalah melalui pori dai batuan,sedangkan permeabilitas sekunder melalui kekar, sesar, atai gua hasil pelarutan (solution cavity).
Porositas dan permeabilitas di daerah batugamping sangat besar pengaruhnya terhadap pada proses bentukan gua. Untuk itu perlu sekali dipahami.

LAPISAN (BED) DAN BIDANG LAPISAN (BEDDING PLANE)

Bentuk dan keteabalan bed adalah faktor-faktor dalam speleogenesis.
Lapisan tipis dengan ketebalan tidak lebih dari 25-50 cm, mengadakan banyak bidang perlapisan, sedikit konsentrasi aliran, sehingga pengembangan gua menjadi terhalangi.
Lapisan yang tebal memiliki bidang lapisan lebih sedikit sehingga jumlah alirannya terbatas, dan bisa menyebabkan perkembangan gua dengan ukuran lebih panjang.

STYLOLITE

Banyak bedding plane pada batugamping yang menampakkan ciri-ciri pelarutan tekanan yang dikenal sebagai stylolite. Jika sebuah material yang tidak dapat terlarutkan tersebar sepanjang bedding plane, pengaruh dari berat lapisan yang lebih muda adalah menekan lapisan bersama-sama. Dibawah tekanan yang demikian itu kalsium karbonat yang kontak dengan butiran kwarsa dapat terlarutkan, dan pelarutan yang semacam itu secara istimewa diatas puncak butiran dan dibawah satu sama lain. Hasil jaringan adalah sebuah serupa dengan bentuk tiga dimensional zig-zag. Dilihat dalam se uah muka joint , terlihat seperti jejak dari pen recorder, sehingga disebut stylolite.
Ukuran stylolite bermacam, sepanjang permukaan bed.
Lapisan dibawah lapis stylolite, ketika terkupas, terkadang disebut "pot-holed surface".

STRUKTUR

Saat terlitifikasi, massa batugamping mengalami tekanan dan regangan dari apa yang disebut gaya tektonik, didalam Bumi. Tekanan dapat menyebabkan mengalami kemiringan atau lipatan, sehingga menyebabkan llapisan batugamping terinklinasi dan bagian lemah dari perlekatan terinklinasi kearah yang sama. Tekanan juga menyebabkan terjadinya retakan pada batugamping, menyebabkan terjadinya kekar dan sesar.

Di banyak kejadian, seharusnya surveyor gua dapat mem-plot disposisi dari kekar, sesar, dan dip dari kemiringan lapisan sesuai dengan kemajuan survey. Hal ini akan sangat membantu interpretasi dari asal muasal gua di kemudian hari dan dapat menghilangkan beberapa rangkaian survai geologi yang diperlukan bahaya kesalahan lokasi.

LIPATAN
Lipatan di batugamping, dan lapisan yang berdekatan, dapat menghasilkan sebuah struktur yang sangat beragam; lipatan dapat berupa arch yang mulus atau sebuha pembalikan lapisan yang sempit, dapat simetris maupun asimetris; dapat isoclinal, dengan dua cabang yang memiliki dip sama; atau tergulingkan, dengan satu cabang memiliki lapisan yang merupakan kebalikannya. Ukurannya dapat beberapa feet dan dapat pla luasnya berkilometer dan ribuan meter. Inklinasi dari lapisan batugaping dapat memberikan sumbangan distribusi beberapa joint dan sesar serta berbagai bentuk zona lemah batuan lainnya.

Photo Kegiatan





Managemant Perjalanan

MANAGEMENT PERJALANAN

PERSIAPAN PENGARUNGAN ALAM BEBAS
Collin Mortlock, seorang pakar pendidikan alam terbuka, mengkategorikan kemampuan yang diperlukan oleh para penggiat alam terbuka sebagai berikut :

Kemampuan teknis, yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efisiensi penggunaan perlengkapan.

Kemampuan kebugaran, mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkodisian tubuh terhadap tekanan lingkungan alam.

Kemampuan kemanusiaan, yaitu pengembangan sikap positif ke segala aspek untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi (kemauan), percaya diri, kesabaran, konsertasi, analisa diri, kemandirian serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.

Kemampuan pemahaman lingkungan, yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan yang spesifik.

PERENCANAAN PERJALANAN

Dalam melakukan aktivitas di alam bebas diperlukan persiapan fisik, mental, materi, perlengkapan maupun birokrasi yang diperlukan untuk pengarungan alam bebas. Agar sukses dalam perjalanan alam bebas, perencanaan perjalanan harus dimulai sedini mungkin sebelum melakukan perjalanan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
Pemilihan lokasi : Pemilihan lokasi merupakan hal pertama yang harus dilakukan untuk menetapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan tersebut. Selain itu perlu ditentukan waktu perjalanan, kegiatan selama perjalanan, dan dengan siapa kita melakukan perjalanan.
Pengetahuan medan dan studi pustaka : Setelah menentukan lokasi, maka perlu kita mempelajari tentang kondisi medan, iklim, cuaca, jenis vegetasi, satwa-satwa serta bahaya setempat lokasi yang akan kita tuju dengan bantuan peta, buku-buku dan sumber-sumber yang lain. Kita juga harus mengetahui kebudayaan dan kebiasaan masyarakat setempat, selain itu harus dipelajari jalur transportasi untuk mencapai daerah tersebut, berikut alternatifnya, serta biaya dan waktunya.
Penentuan peserta : Penentuan peserta perjalanan, mencakup pemilihan personil, kepemimpinan (leadership), hirarki, deskripsi kerja, dan tanggung jawab para peserta perjalanan serta kemampuan setiap peserta perjalanan.
Administrasi : Setiap daerah pasti berada di bawah kekuasaan suatu pihak, untuk itu perlu dilakukan pengurusan ijin dan surat-surat jalan. Pengurusan ijin dan surat-surat jalan dibutuhkan untuk kelancaran dan keamanan perjalanan.
Persiapan diri : Persiapan fisik, mental, materi, sangat diperlukan untuk pengarungan alam bebas. Latihan fisik perlu dilakukan untuk mempersiapkan tubuh dalam menghadapi alam bebas. Pada dasarnya jogging adalah latihan fisik yang sangat cocok untuk pendakian gunung. Namun, sebaiknya kita mengetahui jenis latihan fisik yang cocok untuk tipe perjalanan dan ada baiknya mengkonsultasikan dengan ahli olahraga. Latihan fisik yang cukup juga dapat menambah rasa percaya diri.

Tips dalam Merencanakan Rute Pendakian

Jarak, rata-rata pendaki mampu berjalan 8-16 km per hari dengan membawa ransel yang penuh.

Medan dan kondisi jalan setapak akan mempengaruhi kemampuan fisik seorang pendaki. Lebihkanperencanaan waktu pendakian untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Hari pertama di alam bebas merupakan fase penyesuaian diri dengan alam, ransel, sepatu dan gerakan fisik. Ada abiknya melakukan latihan fisik sebelum pendakian.

Hari istirahat, ada baiknya menambahkan satu hari untuk beristirahat agar tubuh tidak terlalu letih.

Kemampuan diri, hindari rencana pendakian melebihi kemampuan fisik dan pengetahuan tentang pendakian gunung.

Alternatif, ada baiknya menambahkan rute cadangan sebagai altertatif jalur utama apabila tidak bisa dilalui karena suatu hal.

Hindari musim pendakian yang ramai pengunjung karena dapat membuat kita tidak begitu bisa menikmatinya dan dapat menambah kerusakan alam.


SAFETY (KESELAMATAN)

Untuk keadaan berbahaya, dapat dilakuakn penggolongan faktor penyebabnya, yaitu bahaya subyektif dan bahaya obyektif.

Bahaya subyektif, adalah potensi bahaya yang berada dibawah kendali manusia yang melakukan kegiatan, contohnya pemilihan alat yang salah, kesalahan perhitungan logistik, dll.

Bahaya obyektif, adalah potensi yang berada di luar kendali manusia, misalnya badai, banjir, panas, dll.

Semakin subyektif suatu bahaya, maka akan semakin dapat diperkirakan terjadinya dan dapat dihindarkan. Sebaliknya, semakin obyektif suatu bahaya, maka akan semakin sukar diperkirakan dan sukar dihindarkan. Oleh sebab itu, setiap peserta perjalanan haruslah terlatih dan waspada akan kemungkinan kecelakaan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.


ETIKA PERJALANAN

Sebelum melakukan perjalan, perlu mempelajari masalah sosial, baik pendidikan, kebudayaan, kehidupan serta kebiasaan masyarakat desa. Hal ini penting di pelajari bagi para pendaki agar para pendaki dapat menghormati segala bentuk norma, adat istiadat, aturan, larangan dan pantangan masyrakat desa sekitar tujuan pendakian, walaupun hal itu bertentangan dengan nurani dan akal sehat kita. Yang perlu diperhatikan, kita tidak perlu menyombongkan diri dan berbicara tinggi serta memamerkan barang-barang mewah yang kita miliki, namun kita sedikit banyak kita dapat membagi pengetahuan dan kemampuan kita dengan masyarakat desa, seperti pendidikan dan penyuluhan kesehatan. Perilaku baik kita akan menimbulkan kesan yang baik pula bagi masyarakat sekitar.